Selasa, 05 Januari 2010

Alun-alun Selatan Surakarta (Alkid) Operasi Plastik

Alun- alun Selatan saat ini menjelma menjadi tempat rekreasi yang digandrungi masyarakat. Revitalisasi mampu berdampak positif bagi Kota Surakarta sebagai kota budaya. Berbagai segi kehidupan pun semakin berkembang, baik dari segi ekonomi, budaya, dan sosial.

Kamis, 8/8 menjelang pikul 15.00 WIB hiruk pikuk di Alun-alun Selatan di mulai. Kepadatan arus lalu lintas terlihat, dan riuh bunyi berbagai permainan anak-anak terdengar. Inilah potret Alun-alun Selatan di sore itu.

Alun-alun Selatan yang berlokasi di belakang Pasar Gading mampu menyedot perhatian warga sekitar. Tempat yang stategis, nyaman, dan suasana yang dapat menghilangkan kepenatan sesaat yang murah meriah adalah alternatif pilihan untuk mengisi waktu di sore hari. Para pengunjung disuguhi dengan berbagai jajanan yang ditawarkan, mulai dari siomay, batagor, bubur ayam dan masih banyak lagi. Aneka permainan tersedia untuk menjamu anak-anak kecil yang juga hendak bersantai. Keberadaan Kebo Kiai Slamet turut memancing perhatian pengunjung. Predikat kesakralan yang melekat erat tidak menjadi tembok pemisah untuk tetap menikmati panasnya matahari menjelang senja sambil melihat tingkah laku Kebo Kiai Slamet yang termasyhur keberadaannya.

Mayoritas pedagang yang berjualan di sana adalah warga sekitar yang memanfaatkan area sebagai lapangan pekerjaan. Mereka tidak mau ambil pusing, karena memang untuk menggelar dagangan, mereka tidak di tarik biaya yang mahal. Hal itu juga dibenarkan berdasar pengakuan pedagang setempat. “Kami di sini berdasar kebersamaan, masing-masing pihak saling diuntungkan. Jadi untuk retribusi sendiri tidaklah mahal, antara Rp 1000,- sampai Rp 3000,- tergantung dari jenis dan tarif dagangan masing-masing, dan biaya itu kembalinya juga untuk kesejahteraan para pedagang yaitu kebersihan dan kenyaman tempat yang telah disiapkan oleh Paguyuban Kawula Mandiri” tutur Mas Anto (35) seorang sopir Sepur Kelinci. Pernyataan tersebut juga diamini oleh Paguyuban Kawula Baluarti selaku pihak yang berwenang atas biaya retribusi yang di tarik setiap harinya.

Menurut pantauan dari dinas terkait, berkat tingkat pengunjung yang semakin ramai, maka pemerintah setempat berencana untuk memperpanjang waktu hiburan di sini, semacam taman malam di Alun-alun Selatan. Rencana ini segera direalisasikan, karena dapat dibuktikan dengan mulai ditambahkan lampu-lampu taman di sekeliling Alun-alun Selatan.

_hevalia_

the meaning of friendship,,


Based on my experiences,,
Communication is very important in friendship. These determine the type of relationship. Without communication, there is no friendship, and this is most familiar to people who are in relationships of friendship. This is very important to have a friend who we can talk to. However, the friendship will face some form of problem in communication. The problem is not the imperfections of relationships rather it is a willingness to make things right. This all will be determined by the kinds of friends you make in the first place. Before you become very close to someone for friendship, need that you dream of the future. There are people who just make life miserable while there are some people who help us become better. The latter will always win when it comes to friendship choices. We all want the person or people who can help us achieve our goals through their words and encouragement. Communication in friendship is the only way you can truly know the minds and hearts of your friends. Therefore, high time to invest in this. If you have a strong foundation, you can complete any work in this regard.

OrasiQu ttg Pendidikan di Indonesia

Pendidikan, seperti yang telah kita ketahui bersama, telah menjadi sebuah kenyataan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Manusia adalah species yang mengalami prolonged-childhood, berbeda dengan species lainnya. Prolonged-childhood ini adalah cara yang dipakai manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai species dan sejarah membuktikan (paling tidak sampai saat ini) bahwa manusia adalah species yang paling sukses. Selama masa prolonged-childhood ini, anak-anak dibebaskan dari kewajiban mempertahankan hidupnya, dan menjadi tanggungan manusia dewasa, yaitu orang tuanya. Keuntungan ini, berupa energi dan waktu luang sang anak, didedikasikan untuk belajar, sebagai sebuah proses mempelajari budaya manusia yang nantinya akan dipakai sebagai sebuah alat penjamin kelangsungan hidupnya dan kelompoknya. Budayalah, bukan gen, yang telah membuat manusia begitu adaptif terhadap segala perubahan alam. Untuk itulah pendidikan menjadi sebuah keharusan demi eksistensi manusia di muka bumi ini.

Di saat kondisi ekonomi sedang dalam keadaan yang sulit seperti sekarang ini, Pemerintah justru semakin mempersulit warga negaranya dalam memperoleh pendidikan. Pada 18 Desember 2008 rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Dengan disahkannya UU ini berarti lengkaplah sudah landasan konstitusional pemberlakuan status badan hukum untuk satuan pendidikan. Pasca-disahkannya UU ini, reaksi masyarakat datang bertubi-tubi. Gelombang unjuk rasa dan upaya-upaya advokasi penolakan datang hampir dari seluruh penjuru pulau di republik ini. Hampir setiap media mewartakan usaha-usaha penolakan terhadap lahirnya UU ini. Sebagai tindak lanjut dari usaha advokasi ini, para elemen masyarakat sipil yang menolak undang-undang ini sepakat melakukan uji materi (judicial review) atas UU ini kepada Mahkamah Konstitusi.

Resistensi masyarakat terhadap lahirnya UU ini merupakan hal yang wajar karena melihat pada contoh sebelumnya, yaitu pemberlakuan status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) pada beberapa perguruan tinggi negeri ternyata menuai beberapa fakta yang cukup menyesakkan bagi masyarakat Indonesia. Fakta tersebut yaitu berupa kenaikan biaya untuk masuk ke perguruan tinggi dan biaya kuliah di perguruan-perguruan tinggi tersebut. Kenaikan biaya pendidikan ini menjadi hal yang bermasalah, karena melihat realita masyarakat Indonesia yang masih diselimuti angka kemiskinan yang cukup tinggi.

Para orangtua harus bekerja dengan keras agar anaknya mendapatkan pendidikan yang tinggi untuk masa depan yang lebih baik. Bahkan, walaupun sudah bekerja dengan keras pun, tetap saja biaya pendidikan itu tidak dapat terjangkau sepenuhnya oleh kebanyakan masyarakat. Hanya keluarga kaya saja yang dapat menjangkau biaya pendidikan yang semahal itu. Pendidikan seolah – olah menjadi sebuah hal yang komersil, pendidikan dijadikan suatu komiditas untuk mencari keuntungan yang sebesar – besarnya. Hal ini tentunya sangat berlawanan sekali dengan cita – cita Negara Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam UUD 45, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagaimana bangsa ini mau cerdas kalau untuk belajar saja harus mengeluarkan banyak uang.

Secara historis kemunculan UU BHP dan BHMN tidak bisa terlepas dari satu momentum penting pada tahun 2004. Momentum tersebut yaitu perjanjian GATS (General Agrement on Trade and Service). Perjanjian ini menjadi momentum yang penting, karena pertemuan tersebut menghasilkan sebuah keputusan yang cukup fenomenal dengan menjadikan pendidikan sebagai sektor jasa. Dengan dijadikannya pendidikan sebagai sektor jasa, maka hal ini sama artinya menjadikan pendidikan sebagai sektor yang diperjualbelikan. Indonesia sebagai salah satu peserta pertemuan tersebut mau tidak mau harus menaati peraturan tersebut. Bentuk badan hukum menjadi bentuk yang paling ideal untuk mewadahi dan mengatur pendidikan yang sudah menjadi komoditas.

Ide untuk menjadikan pendidikan sebagai komoditas merupakan ide yang muncul dari negara Barat. Lebih lanjutnya, tesis pasar menganggap bahwa keberadaan pemerintah dalam dunia pendidikan hanyalah akan menjadi penghambat karena birokrasi yang panjang dan berbelit. Oleh karena itu, keberadaan dan peran-peran pemerintah dalam dunia pendidikan harus diminimalisasi sebisa mungkin. Forum GATS menjadi tempat dan media yang strategis bagi negara-negara maju untuk menerapkan idenya tersebut kepada negara-negara berkembang.

Dalam konteks seperti itu, kita mendapatkan sebuah gambaran sederhana yang cukup jelas mengenai UU BHP. Undang-undang ini merupakan pintu masuknya paham-paham pasar ke dalam sektor pendidikan. Bisa jadi ada pintu masuk lain yang akan dimanfaakan para penganut paham pasar guna memperoleh laba dari dunia pendidikan. Oleh karena itu, menjadi hal yang mendesak sifatnya untuk kemudian memberikan proteksi terhadap setiap elemen dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Pertama, manajemen pendidikan di tengah arus pasar yang menguat di hadapkan pada dua prinsip pasar yang fundamental. Prinsip tersebut yaitu efisiensi dan efektifitas. Efisiensi dan efektifitas merupakan dua hal yang berkaitan dan juga dibutuhkan. Akan tetapi efektivitas dan efisiensi dalam dunia pendidikan tidaklah bisa disamakan dengan efektivitas dan efisiensi paradigma pasar. Efektivitas dan efisiensi pendidikan tidak ditujukan untuk laba super, akan tetapi secara lebih mendalam ditujukan untuk keberhasilan dari tujuan pendidikan itu sendiri, baik secara khusus ataupun umum. Saat ini kita membutuhkan pendidikan yang merata dan bermutu. Indikator nyata dari hal ini adalah, sejauh mana proses belajar-mengajar serta komunikasi yang dilakukan di sekolah dan universitas antara guru dengan murid, mahasiswa dengan dosen, dosen dengan rektor, mahsiswa dengan rektor, serta dosen dengan dosen, dapat terlaksana dengan efektif dengan efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

Kedua, dunia pendidikan di tengah arus globalisasi yang sedemikian deras dihadapkan pada ekspansi budaya negara-negara Barat yang tampaknya mulai menjangkiti dunia pendidikan Indonesia. Budaya yang dimaksud adalah perilaku-perilaku hedonistis, pragmatis, dan individualistis. Ekspansi budaya ini menjadi hal yang cukup membahayakan bagi dunia pendidikan, karena dunia pendidikan merupakan hal yang sifatnya strategis dalam artian bahwa pendidikan berfungsi sebagai pembentuk peradaban yang adiluhung. Peradaban yang adiluhung itu sendiri diterjemahkan sebagai budaya saling menghormati, saling menolong, dan saling memajukan antara sesama masyarakat. Pertanyaan sederhananya adalah apakah proses belajar- mengajar di kelas telah dilaksanakan dengan proses-proses yang dialogis, kritis, dan demokratis? Proses-proses belajar-mengajar dengan dialogis, kritis, dan demokratis akan secara tidak langsung membawa peserta didik untuk menghormati proses dan tidak sekadar mengejar nilai akhir. Dengan proses yang dialogis terjadi interaksi yang sifatnya konstruktif. Dengan adanya kekritisan berarti mahasiswa dan dosen diajak untuk selalu berlomba berpikir mengenai materi dan proses belajar-mengajar yang disampaikan. Dengan budaya berpikir (kritis) sedikitnya mengajak peserta didik untuk selalu bertanya dan bertanya sehingga selalu haus akan ilmu pengetahuan. Terakhir dengan adanya budaya demokratis, berarti kita didorong untuk menghargai pendapat orang lain, karena demokrasi mengajarkan hal itu.

Dua hal yang saya sebutkan tadi merupakan hal yang harus betul-betul mendapatkan proteksi dari setiap elemen pendidikan yang tidak menyepakati masuknya paradigma dan paham-paham pasar ke dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, menjadi hal yang teramat penting sifatnya, agar setelah melakukan judicial review setiap elemen yang peduli akan nasib pendidikan menyusun grand strategy dalam menolak dan meminimalisasi paham-paham pasar ke dalam dunia pendidikan. Karena konstitusi hanyalah salah satu pintu masuknya paham-paham pasar ke dalam dunia pendidikan. Di tengah menguatnya paradigma dan paham-paham pasar yang dibonceng globalisasi, pintu masuk lain akan terus dicari dan bahkan dibuat penganut paham pasar. Kuat atau tidaknya serta keseriusan dari elemen-elemen masyarakat yang menolak paham pasar akan menjadi kunci dalam hal ini.

Terakhir, sulit untuk membayangkan ketika paradigma dan paham-paham pasar telah mendominasi dan menancap kuat dalam dunia pendidikan Indonesia. Menjadi hal yang sifatnya wajar apabila seluruh elemen masyarakat yang menolak paham pasar dalam dunia pendidikan Indonesia untuk selalu konsisten dalam usaha penolakan ini. Ke depan, tidak ada jaminan bahwa paradigma pasar tidak akan mendominasi kuat dalam dunia pendidikan Indonesia. Tetapi ke depan, siapa pun itu yang konsisten dalam menolak paradigma pasar dalam dunia pendidikan akan menjadi pahlawan sekaligus dewa penyelamat bagi dunia pendidikan Indonesia. Namanya akan selalu dikenang dan diingat oleh setiap masyarakat Indonesia sampai kapan pun. Pendidikan tidak seharusnya dijadikan ladang komersiil, dunia pendidikan sudah seharusnya dijadikan media/sarana untuk menumbuhkan/memunculkan bibit generasi muda yang kritis, generasi yang peduli dengan bangsa dan negaranya, karena di tangan merekalah ujung tombak estafet kepemimpinan bangsa akan dilanjutkan.

Rabu, 30 Desember 2009

introducing..


apapun yang saya tulis di sini, pokoknya sekedar tau aj,,hhehhe
Kumpulan tugas, persepsi diri sendiri akan suatu hal, pengalaman, cerita, yaa pokoknya macem2 dech...di mixed jadi satu biar kayak gado2...hmmmmmmmm

so welcome..ahlan wasahlan!!!!!!!!!!!!!!